Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2015

JURANG PEMISAH

Orang berkata kami ini kembar. Hah! Ada-ada saja. Bagaimana bisa kami menjadi kembar di saat perbedaan itu begitu tampak dari perangai kami? Hanya wajah kami yang serupa. Selain itu, jauh berbeda! Ya, memang ada sedikit kesamaan. Jika dia sedih, aku juga sedih. Jika dia sakit, aku juga sakit. Jika dia bahagia, aku turut bersuka. Hanya sekedar merasa. Sesudah itu, hilang begitu saja. Tapi, itu juga yang membuatku muak. Karena saat aku membencinya, bukankah dia juga membenciku? Dan saat ini, aku sangat membencinya! Ya, benar. Aku begitu berbeda dengannya. Bagai dua sisi koin yang berlainan. Aku si buruk, sedangkan dia begitu indah. Aku si murung, sedangkan dia penuh riang tawa. Aku yang kelam, sedangkan dia bersinar terang. Aku yang tak berarti, sedangkan dia memiliki banyak arti. Di kehidupan kami, aku dan dia tepisahkan oleh dua buah nama, Maya dan Santi. Di antara kami ada sebuah jarak pemisah. Sampai saat ini pun, jarak itu masih terbentang. Dari dulu memang seperti ini. Tak b...

PENTAS MIMPI

            Mataku terasa berat saat membaca buku di hadapanku. Rasa lelah sehabis latihan di sanggar tadi memang tak bisa dihilangkan hanya dengan duduk-duduk saja. Aku pun menyerah pada kantuk yang tak tertahankan ini. Kututup buku pelajaran yang kubaca. Kemudian aku menuju kasur setelah sebelumya mematikan lampu kamarku. Dalam sepinya malam aku pun terlelap.             Tiba-tiba, cahaya menyilaukan memburu kedua mataku, membuat tangan kananku terangkat demi menghalangi cahaya  itu. Perlahan kuturunkan tangan dan mencoba membiasakan mataku terhadap suasana di sekitar. Suasana aneh yang baru kali ini aku rasakan. Cahaya itu seketika menghilang. Berganti dengan suasana redup. Meskipun begitu, samar-samar aku dapat melihat puluhan kepala menghadap kepadaku. Mereka duduk berjajar dengan tenang tanpa sedikit pun suara terdengar bahkan jika itu suara desahan napas. Begitu...

DEWI ARUM SARI

DEWI ARUM SARI Diceritakan kembali oleh Khairunnisa Agnia             Kerajaan Cirebon tempo dulu menyimpan permata indah berkilauan. Dialah Dewi Arum Sari yang cantik jelita, berbalut budi pekerti santun dan sahaja. Kecantikannya mampu membuat semua pria yang melihatnya jatuh hati, tak terkecuali para pangeran yang sangat berpengaruh dan berkuasa. Mereka berbondong-bondong datang ke Kerajaan Cirebon untuk mempersunting Dewi Arum Sari. Tetapi, satu persatu lamaran itu ditolaknya dengan halus. Padahal, ayah Dewi Arum Sari, sang Raja, sangat meginginkan agar Dewi menikah dengan salah satu dari pangeran itu. Sang Raja pun bertanya, mengapa Dewi tak mau menerima satu pun lamaran itu? Dewi hanya bisa terdiam dengan rasa bersalah yang mendalam terhadap ayahandanya. Namun sorot matanya seolah-oleh bicara. Tanpa kata-kata, Dewi mengingat kenangan itu.             Siang hari yan...